Perjalanan kali ini agak berbeda dari perjalanan lainnya. Mengapa? Karena kali ini gue melakukan perjalanan di bulan Ramadhan, dan tujuan gue kali ini adalah mengunjungi Banda Aceh. Sebenarnya sih gue nggak terlalu expect kalau tanggal pilihan gue saat bulan Ramadhan, dikarenakan gue sudah membeli tiket satu tahun sebelum keberangkatan karena ada promo free seat dari maskapai Air Asia. Gimana gue nggak tergiur, dengan harga 330rb gue sudah mendapatkan tiket PP KL-Aceh-KL. Eh kok KL? Iya, walaupun destinasi utamanya di Indonesia. Gue memilih untuk ke KL dulu karena tiket Jakarta-Aceh direct seharga 2jt PP (ini sebelum harga tiket domestik naik ya). Dan ternyata memang pilihan yang tepat, karena saat ini tiket domestik harganya berbeda jauh dibanding tiket internasional.
Oh ya, seharusnya gue ke Banda Aceh ini nggak sendiri. Karena gue booking bareng temen gue yaitu si Gendis. Tapi dia nggak jadi berangkat karena sekarang dia sudah bekerja, akhirnya gue pun memutuskan untuk tetep jalan. Ya kenapa engga? Kan udah sering solo traveling. He He. Lagi pula sayang tiket yang sudah terbeli kalau misalnya gagal berangkat.
20 Mei 2019 (Flight Jakarta - KL dan Stay Satu Malam di KL)
Jam keberangkatan flight menuju KL itu jam 05.10, kenapa belinya pagi? Karena harga promonya cuma ada di waktu tertentu jadi ya mau nggak mau. Padahal berangkat ke Banda Acehnya pun besok harinya. Karena flight jam 05.10, gue memutuskan untuk tidur di terminal 2 bandara Soetta. Ya walaupun bisa tiduran di Musholla, tapi tetep aja nggak bisa tidur.
Akhirnya setelah kisaran jam 3, gue mulai cari-cari makan karena harus segera sahur dan boarding karena pesawat gue jam 5. Usai gue sahur langsung bergegas cek in, cap imigrasi dan menunggu. Perjalanan Jakarta - Kuala Lumpur memakan waktu selama 2 jam, karena itu gue memutuskan untuk wudhu dan sholat di pesawat. Mungkin karena flight pagi, jadi nggak delay. Pesawat terbang sesuai dengan waktu yang tertulis.
2 jam berlalu dengan cepat, soalnya gue tidur setelah bermalam di bandara dan tidak berhasil tidur. Setelah itu gue bergegas cap imigrasi dan mencari tempat beristirahat, tadinya tuh ada tempat tidur di KLIA2 ini, tapi sudah nggak ada. Tinggal tempat duduk aja huhu. Karena gue itu terlalu sering menghabiskan waktu di KLIA2 jadinya gue sudah hafal spot-spot penting di sini haha. Kalau nggak salah kisaran jam 9 baru selesai imigrasi, gue duduk sejenak mau tidur. Eh malah bablas! Jam 11 baru bangun haha.
Gue berniat bermalam di rumah temen gue di Kuala Lumpur. Karena pikir gue, flight besok pun baru jam 2 siang. Ngapain coba gue seharian lebih di bandara? Yaudah akhirnya gue di jemput temen gue, namanya Aida. Dia ini temen dari CouchSurfing (CS) dari tahun 2017. Saat pertama kali gue ke KL gue keliling KL sama dia, dan dia juga fotoin gue pakai kameranya hehe. Aida ini bekerja sebagai Tour Leader, yang paling sering sih ke Maldives! Asik banget setiap denger dia cerita pengalaman dia. Sampai saat ini, gue sudah punya 2 gantungan kunci dari Jepang dan Korea, 1 gunting kuku dari Korea, 2 tempelan kulkas dari Maldives dan Korea, serta satu postcard dari Maldives. Semuanya dari dia! Baik banget kan.
Kisaran jam 2 gue baru sampai rumahnya. Dan dia mau jemput temannya dulu yang datang dari Langkawi, sambil nungguin dia gue tidur. Bangun-bangun magrib! Bablas gak lo. Hahaha. Kelar buka puasa, gue, Aida dan temennya yang dari Langkawi sharing banyak sambil nonton sinetron ala Malaysia. Mirip lah sama sinetron di Indonesia alur ceritanya haha. Kemudian kisaran jam 2 kita tidur, dan gue sahur sendiri karena Aida nggak biasa sahur.
Habis sahur ini gue tidur lagi, bangun-bangun kisaran jam 11. Mandi beres-beres jam 12an gue jalan dari tempat dia menuju ke Bandara. Entah kenapa hari itu jalanan menuju ke bandara macet, kisaran jam 1 gue baru sampe di Bandara KLIA2. Buru-buru deh gue check-in, tapi ternyata.......... sudah ditutup! Lho.. kaget dong. Bahkan gue liat pesawat jam 4 pun sudah tutup gate. Gue diem trus mikir sambil hitung pengeluaran kalau gue tetep di KL dan ke Aceh. Akhirnya setelah perhitungan mantap, gue memutuskan tetap ke Aceh dengan beli tiket baru seharga Rp300.000. Flightnya besok pagi jam 10, means gue harus stay di bandara (lagi).
Gue menghabiskan waktu untuk keliling, istirahat dan tidur yang walaupun nggak sepenuhnya tidur di Musholla karena dinginnya banget! Ah ya, gue bahkan early check-in karena belajar dari pengalaman. Gue sebenernya belum ketinggalan pesawat, tapi karena untuk check-in sudah ditutup gue nggak bisa masuk. Jadi saran gue, selagi bisa check-in, check-in aja daripada terulang kejadian yang sama kayak gue.
Kebetulan, gue sudah dapat host di Banda Aceh. Jadi gue nggak perlu mikirin biaya untuk hostel hehe. Dan juga gue dapet temen untuk pergi yang kebetulan flightnya sama, jam 10. Namanya kak Nad dan ke-5 temannya yang lain. Hari pertama ini gue habiskan untuk jalan bareng mereka. Mereka sudah ada guide orang Aceh dan gue di suruh join. Alhasil hari itu gue nggak mengeluarkan uang untuk ongkos! Hehe.
Karena host gue hari itu kerja sampai jam 4 sore, akhirnya gue day tour bareng kak Nad dan teman-temannya. Yang pertama gue ke Lampulo. Lampulo ini adalah kapal yang tersangkut di atas rumah penduduk yang berhasil menyelamatkan 59 orang, saat ini rumah tersebut sudah tidak ditempati lagi oleh pemilik rumah dan sengaja diabadikan. Jadi di sini ada Nenek Budhiyan yang menjadi saksi hidup tragedi tsunami tahun 2004. Nek Budhiyan ini menceritakan mengenai kejadian tsunami tersebut. Ia bahkan harus kehilangan anak dan juga suami tercintanya. Sedih banget asli mendengar cerita beliau.
Terik matahari di Banda Aceh ini panasnya melebihi di Jakarta. Gue yang kebetulan lagi pake gamis dan warna nya hitam makin berasa panasnya, duh! Kalau ke sini pake pakaian yang nyaman dan harus tetap sopan ya.
Lanjut lagi menuju ke Museum Tsunami yang dirancang oleh arsitek asal Bandung dan sekaligus gubernur Jawa Barat, bapak Ridwan Kamil. Untuk tiket masuk wisatawan lokal cukup membayar Rp3000 sedangkan wisatawan internasional membayar Rp10.000. Masih termasuk murah ya masuk ke museum yang memiliki tingkat sejarah tinggi ini.
Kita mulai masuk dari lantai bawah, dengan suara air laut yang saat itu menghempas Banda Aceh, sangat terasa sekali rasanya saat masuk ke dalam museum ini. Gelap dan juga basah. Kemudian ada layar yang memberikan gambaran kejadian tsunami tahun 2004 lalu. Ada satu ruangan yang membuat gue merinding. Yaitu ruangan yang berisi nama-nama korban tsunami, banyak sekali serta iringan suara orang mengaji membuat gue membayangkan betapa bencana tersebut sesungguhnya dekat sekali dengan kita, yang siap menerpa kita kapanpun. Semoga kita selalu berada di dalam lindungan Allah, aamiin.
Dilanjut ke gate of peace, tulisan "damai" dari beberapa negara yang berkontribusi membantu Banda Aceh saat terkena bencana tsunami. Dan dilanjut untuk melihat beberapa peninggalan barang yang selamat saat kejadian tsunami tersebut. Ada Al-Qur'an, sepeda motor, peralatan dapur dan lainnya. Yang terakhir menonton dokumentasi bencana tsunami yang gue nggak dokumentasikan, karena tidak diperbolehkan hehe.
Selesai keliling museum tsunami, gue dan yang lain menuju ke kapal PLTD Apung yang terseret gelombang pasang setinggi 9 meter sehingga bergeser ke jantung kota Banda Aceh sejauh 5 kilometer. Kapal dengan panjang 63 meter ini mampu menghasilkan daya sebesar 10,5 megawat. Dengan luas 1.900 meter persegi dan bobot 2600 ton. Dari 11 orang awak kapal yang berada di dalam kapal pada saat tsunami terjadai, yang selamat hanyalah 1 orang.
Saat ini PLTD Apung sudah direnovasi serta di tata ulang untuk menjadi wahana edukasi sekaligus mengenang para korban jiwa. Bangunan ini juga sebagai monumen peringatan. Kita bisa masuk dan melihat-lihat isi di kapal ini dan tidak dikenakan biaya untuk masuk.
Karena teriknya matahari yang bukan main, akhirnya kak Nad dan teman-teman memutuskan untuk kembali ke hotel untuk beristirahat sebentar dan gue pun ikut mereka untuk berteduh sejenak di tempat mereka. Buka puasa di Aceh ini luamayan lama, kisaran jam 7. Berasa banget buat gue yang sahur di Malaysia dan buka di Aceh.
Sebelum berbuka puasa, gue dan yang lain ke Pasar Aceh. Ramai sekali para pedagang menjual makanan serta takjil untuk berbuka puasa. Oh ya, di Aceh ini selama bulan Ramadhan tidak ada toko makanan yang buka ya sebelum mendekati Magrib. Dan juga pada saat sholat teraweh semua lampu diredupkan terlebih dahulu dan akan dinyalakan kembali usai sholat taraweh selesai.
Kita buka puasa di Quantum, sistem di sini prasmanan gitu. Perorang dikenakan biaya Rp85.000. Kebetulan hari itu kak Nad dan kak Zakiah sedang berulang tahun. Kita makan kue bareng-bareng. Oh ya, host gue pun ikut buka puasa bareng. Namanya Gio, gue seumuran sama dia. Dan saat pulang gue bareng sama Gio ke Asramanya.
Pagi-pagi gue langsung menuju ke pulau Sabang untuk day trip. (Lengkapnya bisa baca di Menuju Ke Kilometer 0 Indonesia di Sabang)
Usai dari Sabang, gue langsung ke Masjid Raya Baiturrahman. Masjid ini dari luar bagus banget!! Tapi sayangnya, seperti layaknya masjid yang menjadi tempat wisata seperti di Bandung, menjadi sedikit kurang layak karena kamar mandi yang bau pesing dan ada beberapa yang tidur-tiduran di dalam masjid huhu.
Kalau kalian ke Masjid Raya Baiturrahman, untuk para wanita kalian wajib menutup rambut atau memakai kerudung. Begitu pula untuk wisatawan asing, karena seperti yang kita tahu bahwa untuk setiap wanita muslim yang tinggal di Serambi Mekah ini memang diwajibkan memakai kerudung dan menutup aurat.
Setelah puas di Masjid ini, gue menuju ke Festival Ramadhan untuk bertemu dengan teman-teman dari CouchSurfing. CS di Aceh ini asik-asik, mereka sangat kompak dan rutin mengadakan pertemuan. Wah intinya malam itu terasa asik banget, kita ngobrol banyak dan sharing satu sama lain.
Penutupan malam ini adalah mencoba mie khas Aceh yang diberi sedikit campuran ga*ja. Gio memesan mie biasa tanpa ga*ja dan rasanya beda banget sama gue yang pake ga*ja, rasanya jauhhh lebih enak dan menggugah selera! Haha asal jangan tes urin aja habis ini, bisa gawat. Haha
Pulang ke asrama Gio, gue segera packing karena besok harinya sudah harus meninggalkan Banda Aceh! Rasanya nggak asik banget explore Banda Aceh terlalu sebentar. Mesti balik lagi dan explore bagian Aceh yang lain.
Karena penerbangan pagi dan gak mau mengulang kesalahan yang sama, gue check-in dari asrama. Oh ya, sedikit info. Untuk kalian yang mau ke Banda Aceh khususnya solo traveling, kalian bisa naik ojek online ya! Karena kebetulan gue pun selalu menggunakan ojek online hihi.
Untuk keluar dari Bandara juga kalian bisa naik ojek online, tapi kalian harus keluar dulu dari bandara nya ya, sama kaya ojol dan opang di sini. Mereka masih belum akur haha. Terima kasih sudah baca artikel ini, semoga bermanfaat!
2 jam berlalu dengan cepat, soalnya gue tidur setelah bermalam di bandara dan tidak berhasil tidur. Setelah itu gue bergegas cap imigrasi dan mencari tempat beristirahat, tadinya tuh ada tempat tidur di KLIA2 ini, tapi sudah nggak ada. Tinggal tempat duduk aja huhu. Karena gue itu terlalu sering menghabiskan waktu di KLIA2 jadinya gue sudah hafal spot-spot penting di sini haha. Kalau nggak salah kisaran jam 9 baru selesai imigrasi, gue duduk sejenak mau tidur. Eh malah bablas! Jam 11 baru bangun haha.
Gue berniat bermalam di rumah temen gue di Kuala Lumpur. Karena pikir gue, flight besok pun baru jam 2 siang. Ngapain coba gue seharian lebih di bandara? Yaudah akhirnya gue di jemput temen gue, namanya Aida. Dia ini temen dari CouchSurfing (CS) dari tahun 2017. Saat pertama kali gue ke KL gue keliling KL sama dia, dan dia juga fotoin gue pakai kameranya hehe. Aida ini bekerja sebagai Tour Leader, yang paling sering sih ke Maldives! Asik banget setiap denger dia cerita pengalaman dia. Sampai saat ini, gue sudah punya 2 gantungan kunci dari Jepang dan Korea, 1 gunting kuku dari Korea, 2 tempelan kulkas dari Maldives dan Korea, serta satu postcard dari Maldives. Semuanya dari dia! Baik banget kan.
Kisaran jam 2 gue baru sampai rumahnya. Dan dia mau jemput temannya dulu yang datang dari Langkawi, sambil nungguin dia gue tidur. Bangun-bangun magrib! Bablas gak lo. Hahaha. Kelar buka puasa, gue, Aida dan temennya yang dari Langkawi sharing banyak sambil nonton sinetron ala Malaysia. Mirip lah sama sinetron di Indonesia alur ceritanya haha. Kemudian kisaran jam 2 kita tidur, dan gue sahur sendiri karena Aida nggak biasa sahur.
21 Mei 2019 (Drama Ketinggalan Penerbangan di KLIA2)
Habis sahur ini gue tidur lagi, bangun-bangun kisaran jam 11. Mandi beres-beres jam 12an gue jalan dari tempat dia menuju ke Bandara. Entah kenapa hari itu jalanan menuju ke bandara macet, kisaran jam 1 gue baru sampe di Bandara KLIA2. Buru-buru deh gue check-in, tapi ternyata.......... sudah ditutup! Lho.. kaget dong. Bahkan gue liat pesawat jam 4 pun sudah tutup gate. Gue diem trus mikir sambil hitung pengeluaran kalau gue tetep di KL dan ke Aceh. Akhirnya setelah perhitungan mantap, gue memutuskan tetap ke Aceh dengan beli tiket baru seharga Rp300.000. Flightnya besok pagi jam 10, means gue harus stay di bandara (lagi).
Gue menghabiskan waktu untuk keliling, istirahat dan tidur yang walaupun nggak sepenuhnya tidur di Musholla karena dinginnya banget! Ah ya, gue bahkan early check-in karena belajar dari pengalaman. Gue sebenernya belum ketinggalan pesawat, tapi karena untuk check-in sudah ditutup gue nggak bisa masuk. Jadi saran gue, selagi bisa check-in, check-in aja daripada terulang kejadian yang sama kayak gue.
22 Mei 2019 (Lampulo, Museum Tsunami, PLTD, Pasar Aceh, Buka Bersama di Quantum)
Kebetulan, gue sudah dapat host di Banda Aceh. Jadi gue nggak perlu mikirin biaya untuk hostel hehe. Dan juga gue dapet temen untuk pergi yang kebetulan flightnya sama, jam 10. Namanya kak Nad dan ke-5 temannya yang lain. Hari pertama ini gue habiskan untuk jalan bareng mereka. Mereka sudah ada guide orang Aceh dan gue di suruh join. Alhasil hari itu gue nggak mengeluarkan uang untuk ongkos! Hehe.
Nek Budhiyan |
Terik matahari di Banda Aceh ini panasnya melebihi di Jakarta. Gue yang kebetulan lagi pake gamis dan warna nya hitam makin berasa panasnya, duh! Kalau ke sini pake pakaian yang nyaman dan harus tetap sopan ya.
Lanjut lagi menuju ke Museum Tsunami yang dirancang oleh arsitek asal Bandung dan sekaligus gubernur Jawa Barat, bapak Ridwan Kamil. Untuk tiket masuk wisatawan lokal cukup membayar Rp3000 sedangkan wisatawan internasional membayar Rp10.000. Masih termasuk murah ya masuk ke museum yang memiliki tingkat sejarah tinggi ini.
Kita mulai masuk dari lantai bawah, dengan suara air laut yang saat itu menghempas Banda Aceh, sangat terasa sekali rasanya saat masuk ke dalam museum ini. Gelap dan juga basah. Kemudian ada layar yang memberikan gambaran kejadian tsunami tahun 2004 lalu. Ada satu ruangan yang membuat gue merinding. Yaitu ruangan yang berisi nama-nama korban tsunami, banyak sekali serta iringan suara orang mengaji membuat gue membayangkan betapa bencana tersebut sesungguhnya dekat sekali dengan kita, yang siap menerpa kita kapanpun. Semoga kita selalu berada di dalam lindungan Allah, aamiin.
Dilanjut ke gate of peace, tulisan "damai" dari beberapa negara yang berkontribusi membantu Banda Aceh saat terkena bencana tsunami. Dan dilanjut untuk melihat beberapa peninggalan barang yang selamat saat kejadian tsunami tersebut. Ada Al-Qur'an, sepeda motor, peralatan dapur dan lainnya. Yang terakhir menonton dokumentasi bencana tsunami yang gue nggak dokumentasikan, karena tidak diperbolehkan hehe.
Selesai keliling museum tsunami, gue dan yang lain menuju ke kapal PLTD Apung yang terseret gelombang pasang setinggi 9 meter sehingga bergeser ke jantung kota Banda Aceh sejauh 5 kilometer. Kapal dengan panjang 63 meter ini mampu menghasilkan daya sebesar 10,5 megawat. Dengan luas 1.900 meter persegi dan bobot 2600 ton. Dari 11 orang awak kapal yang berada di dalam kapal pada saat tsunami terjadai, yang selamat hanyalah 1 orang.
Saat ini PLTD Apung sudah direnovasi serta di tata ulang untuk menjadi wahana edukasi sekaligus mengenang para korban jiwa. Bangunan ini juga sebagai monumen peringatan. Kita bisa masuk dan melihat-lihat isi di kapal ini dan tidak dikenakan biaya untuk masuk.
Karena teriknya matahari yang bukan main, akhirnya kak Nad dan teman-teman memutuskan untuk kembali ke hotel untuk beristirahat sebentar dan gue pun ikut mereka untuk berteduh sejenak di tempat mereka. Buka puasa di Aceh ini luamayan lama, kisaran jam 7. Berasa banget buat gue yang sahur di Malaysia dan buka di Aceh.
Sebelum berbuka puasa, gue dan yang lain ke Pasar Aceh. Ramai sekali para pedagang menjual makanan serta takjil untuk berbuka puasa. Oh ya, di Aceh ini selama bulan Ramadhan tidak ada toko makanan yang buka ya sebelum mendekati Magrib. Dan juga pada saat sholat teraweh semua lampu diredupkan terlebih dahulu dan akan dinyalakan kembali usai sholat taraweh selesai.
Kita buka puasa di Quantum, sistem di sini prasmanan gitu. Perorang dikenakan biaya Rp85.000. Kebetulan hari itu kak Nad dan kak Zakiah sedang berulang tahun. Kita makan kue bareng-bareng. Oh ya, host gue pun ikut buka puasa bareng. Namanya Gio, gue seumuran sama dia. Dan saat pulang gue bareng sama Gio ke Asramanya.
23 Mei 2019 (Sabang, Titik 0 Kilometer, Masjid Raya Baiturrahman, Festival Ramadhan, Makan mi Aceh!)
Pagi-pagi gue langsung menuju ke pulau Sabang untuk day trip. (Lengkapnya bisa baca di Menuju Ke Kilometer 0 Indonesia di Sabang)
Usai dari Sabang, gue langsung ke Masjid Raya Baiturrahman. Masjid ini dari luar bagus banget!! Tapi sayangnya, seperti layaknya masjid yang menjadi tempat wisata seperti di Bandung, menjadi sedikit kurang layak karena kamar mandi yang bau pesing dan ada beberapa yang tidur-tiduran di dalam masjid huhu.
Kalau kalian ke Masjid Raya Baiturrahman, untuk para wanita kalian wajib menutup rambut atau memakai kerudung. Begitu pula untuk wisatawan asing, karena seperti yang kita tahu bahwa untuk setiap wanita muslim yang tinggal di Serambi Mekah ini memang diwajibkan memakai kerudung dan menutup aurat.
Setelah puas di Masjid ini, gue menuju ke Festival Ramadhan untuk bertemu dengan teman-teman dari CouchSurfing. CS di Aceh ini asik-asik, mereka sangat kompak dan rutin mengadakan pertemuan. Wah intinya malam itu terasa asik banget, kita ngobrol banyak dan sharing satu sama lain.
( Baca juga: Meet and Stay with Local? Try CouchSurfing! )
Penutupan malam ini adalah mencoba mie khas Aceh yang diberi sedikit campuran ga*ja. Gio memesan mie biasa tanpa ga*ja dan rasanya beda banget sama gue yang pake ga*ja, rasanya jauhhh lebih enak dan menggugah selera! Haha asal jangan tes urin aja habis ini, bisa gawat. Haha
Pulang ke asrama Gio, gue segera packing karena besok harinya sudah harus meninggalkan Banda Aceh! Rasanya nggak asik banget explore Banda Aceh terlalu sebentar. Mesti balik lagi dan explore bagian Aceh yang lain.
24 Mei 2019 (Balik ke Kuala Lumpur)
Karena penerbangan pagi dan gak mau mengulang kesalahan yang sama, gue check-in dari asrama. Oh ya, sedikit info. Untuk kalian yang mau ke Banda Aceh khususnya solo traveling, kalian bisa naik ojek online ya! Karena kebetulan gue pun selalu menggunakan ojek online hihi.
Untuk keluar dari Bandara juga kalian bisa naik ojek online, tapi kalian harus keluar dulu dari bandara nya ya, sama kaya ojol dan opang di sini. Mereka masih belum akur haha. Terima kasih sudah baca artikel ini, semoga bermanfaat!
Seru bangeeettt! Aku juga pernah ke banda aceh, terus day trip muterin banda sama anak CS. Mereka mah kompak dan baik-baik bangeeettt :D
ReplyDeleteemang CS Banda Aceh segokil itu yaak!
DeleteBanda aceh salah satu kota yang pingin banget aku kunjungi :')
ReplyDeletecusss semoga cepat terealisasikan! hihi ^^
Delete